Ruang Lingkup Hukum Perburuhan Menurut Teori Gebiedsleer

Ruang Lingkup Hukum Perburuhan menurut Teori Gebiedseleer. Teori Gebiedsleer yang dikemukanan oleh JHA. Logemann dapat dijadikan dasar untuk memberikan batasan ruang lingkup berlakunya Hukum Perburuhan. Menurut JHA. Logemann, “Lingkup laku berlakunya suatu hukum adalah suatu keadaan / bidang dimana keadah hukum itu berlaku”. 


Menurut teori ini ada 4 lingkup Laku Hukum antara lain : 

1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied) Lingkup laku pribadi mempunyai kaitan erat dengan siapa (pribadi kodrati) atau apa (peran pribadi hukum) yang oleh kaedah hukum dibatasi. Siapa – siapa saja yang dibatasi oleh kaedah Hukum Perburuhan adalah : 
a. Buruh. 
b. Pengusaha. 
c. Pengusaha (Pemerintah) Buruh tampil sebagai subyek hukum dalam kedudukannya sebagai probadi kodrati, sedangkan pengusaha tampil sebagai subyek hukum perburuhan dalam kedudukannya sebagai pribadi hukum dan terakhir pengusaha (pemerintah) tampil sebagai subyek hukum perburuhan karena atau dalam arti jabatan. 
2. Lingkup Laku Menurut Waktu (Tijdsgebied) Lingkup laku menurut waktu ini menunjukan waktu kapan suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum. Dalam Hukum Perburuhan, ada peristiwa – peristiwa tertentu yang timbul pada waktu berbeda yaitu : 
a. Sebelum Hubungan Kerja terjadi. Disini mencakup peristiwa – peristiwa tertentu, misalnya : kegiatan pengerahan tenaga kerja dalam rangka AKAN, AKAD dan AKAL. 
b. Pada saat hubugnan kerja terjadi. Disini mencakup peristiwa – peristiwa, misalnya : pembayaran upah, pembayaran ganti rugi kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja dan sebagainya. 
c. Sesudah hubungan kerja terjadi. Disini mencakup peristiwa – peristiwa yang terjadi setelah hubungan kerja, misalnya : pembayaran uang pensiun, pembayaran uang pesangon, santunan kematian dan sebagainya. 
3. Lingklup Laku menurut Wilayah (Ruimtegebied) Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum yang di beri batas – batas / dibatasi oleh kaedah hukum. Pembatas wilayah berlakunya kaedah Hukum Perburuhan mencakup hal – hal sebagai berikut : 
a. Regional Dalam hal ini dapat dibedakan dua wilayah, yaitu : 
1) Non – sektoral Regional Di sini Hukum Perburuhan dibatasi berlakunya pada suatu daerah tertentu, misalnya : Ketentuan Upah Minimum di Wilayah DKI Jakarta, atau Ketentuan Upah Minimum di wilayah Jakarta Timur dan sebagainya. 
2) Sektoral Regional Di sini berlakunya Hukum Perburuhan dibatasi baik wilayah berlakunya maupun sektornya. Misalnya : Ketentuan Upah Minimum di sektor tekstil yang berlaku di wilayah Jawa Barat 
b. Nasional Dalam hal ini juga mencakup dua wilayah berlakunya hukum perburuhan, yaitu : 
1) Non – Sektoral Nasional Di sini wilayah berlakunya Hukum Perburuhan dibatasi oleh wilayah negara. Dengan kata lain wilayah berlakunya hukum perburuhan adalah seluruh wilayah Indonesia, tanpa memperhatikan sektornya. Misalnya : Ketentuan tentang kecelakaan kerja, ketentuan tentang pemutusan hubungan kerja, ketentuan tentang serikat buruh, perjanjian perburuhan dan sebagainya. 
2) Sektor Nasional Di sini wilayah berlakunya Hukum Perburuhan dibatasi baik oleh sektor tertentu yang berlaku di seluruh wilayah Indonsia. Misalnya : Ketentuan yang mengatur masalah pelaut, ketentuan – ketentuan yang berlaku di sektor perkebunan dan sebagainya. 
3. Lingkup Waktu Menurut Hal Ikhwal Lingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal – hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah. Dilihat dari materi muatan Hukum Perburuhan, maka dapat di golongkan sebagai berikut : 
a. Hal – hal yang berkaitan dengan Hubungan Kerja atau Hubungan Perburuhan. 
b. Hal – hal yang berkaitan dengan Perlindungan Jaminan Sosial dan Asuransi Tenaga Kerja. 
c. Hal – hal yang berkaitan dengan Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja. 
d. Hal – hal yang berkaitan dengan masalah penyelesaian perselisihan perburuhan dan pemutusan hubungan kerja. 
e. Hal – hal yang berkaitan dengan masalah pengerahan Tenaga Kerja dan Rekrumen.