Ketentuan tentang Pekerja Wanita

Ketentuan tentang Pekerja Wanita. Sepanjang tentang ketentuan yang mengatur pekerja wanita, banyak pasal yang sudah diberlakukan, meskipun juga masih ada yang belum diberlakukan karena tidak ada peraturan pelaksanaannya. 


Ketentuan yang masih belum diberlakukan di sini adlaah ketentuan yang berkaitan dengan larangan buruh wanita untuk bekerja pada malam hari kecuali karena sifat dan jenis pekerjaannya harus dilakukan oleh wanita. Untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum di sini, maka diberlakukanlah Stbl. 1925 Nomor 167 tentang Pembatasan Pekerjaan Anak dan Wanita pada Malam Hari. 

Selanjutnya persyaratan yang harus dipenuhi pengusaha dalam hal ia mempekerjakan buruh wanitanya pada malam hari, diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4/Men/1989 yang menentukan sebagai berikut : 
1. Mengajukan permohonan ijin ke Departemen Tenaga Kerja dengan melampirkan hal – hal sebagai berikut: 
  • Keterangan tentang janis usaha dan sifat pekerjaan dari Perusahaan. 
  • Alasan mempekerjakan buruh wanita pada malam hari. 
  • Surat pernyataan bahwa buruh yang bersangkutan tidak hamil. 
  • Surat izin dari suami atau orng tua / walinya. 
  • Surat keterangan tentang umur waniota tersebut di atas 18 tahun atau sudah menikah. 
2. Memberikan extra voeding. 
3. Alasan mempekerjakan wanita pada malam hari harus didasarkan pada alasan : 
  • Sifat pekerjaan atau jenis pekerjaan tersebut memerlukan tenaga terus menerus. 
  • Untuk mencapai target produksi. 
  • Untuk mencapai kualitas yang lebih baik. 

Selanjutnya ketentuan –ketentuan yang sudah berlaku dari UU No. 1 Tahun 1951 adalah ketentuan-ketentuan mengenai : 
1. Cuti haid selama 2 hari 
2. Cuti hamil/melahirkan selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan atau gugur kandungan. Cuti hamil ini dapat diperpanjang atas petunjuk dari dokter. 

Dalam kaitannya dengan masalah hamil ini, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1989 tentang Larangan memutuskan Hubungan Kerja terhadap Wanita Karena Hamil atau Menikah. Ketentuan ini menetapkan hal – hal sebagai berikut : 
  1. Pengusaha dilarang memutuskan hubungan kerja terhadap buruh wanita karena hamil atau menikah. 
  2. Pengusaha diwajibkan untuk membuat perencanaan pengalihan tugas bagi wanita hamil tanpa mengurangi hak – hak buruh wanita itu sendiri. 
  3. Bila pengusaha tidak dapat mengusahakan perencanaan tersebut, pengusaha wajib memberikan cuti di luar tanggungan perusahaan sampai saat timbulnya hak cuti hamil atau melahirkan. Lamanya cuti di luar tanggungan perusahaan tersebut adalah 7,5 bulan. 

Ketentuan lain yang berkaitan dengan perlindungan khusus bagi buruh wanita adalah masalah diskriminasi wanita, Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 4/Men/1989 tentang Pelaksanaan Larangan Diskriminasi Wanita dalam kaitannya dengan umur pensiun buruh wanita menetapkan sebagai berikut : ” Pada prinsipnya usia pensiun pria dan wanita adalah sama yaitu 55 tahun, namun kecuali jika buruh wanita yang bersangkutan menghendaki lain ”. 

Ketentuan – ketentuan lain yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 1951 yang mencerminkan adanya perlindungan sosial adalah : 
1. Jam Kerja Jam kerja ditentukan 7 jam/hari dan atau 40 jam/minggu. Penyimpangan terhadap ketentuan ini harus mendapatkan izin penyimpangan jam kerja dari Departemen Tenaga Kerja maksimum 56 jam/minggu. 
2. Istirahat / mengaso Setelah bekerja selama 4 jam terus – menerus, buruh berhak istirahat/mengaso minimal setengan jam. 

3. Cuti 
a. Cuti Mingguan, setelah bekerja 1 minggu, berhak cuti mingguan selama 1 hari. 
b. Cuti Tahunan, setelah bekerja selama 1 tahun, buruh berhak cuti tahunan selama 12 hari kerja. 
c. Cuti Panjang, setelah bekerja selama 6 tahun berturut – turut buruh berhak cuti panjang selama 3 bulan (ketentuan ini masih belum diberlakukan).